My photo
Penyuka berceloteh tentang spontanitas dan penggila kata meski tak suka bahasa. Sosok hitam pecinta keeksotisan alam, gila trip ala backpacking. Debur ombak dan dinginnya pegunungan yang jadi kepuasan dikala senggang.

Keeksotisan Curug Dholo

Berlokasi dikawasan Besuki, Kabupaten Kediri, Air terjun yg berada di puncak ketinggian ini ramai dikunjungi orang. Dengan membayar Rp 3.000 per orang dan Rp.1.000 untuk sepeda motor di gerbang masuk anda bisa melenggang santai melanjutkan perjalanan menyusuri kawasan wisata Besuki. Kira-kira perjalanan selama 1 jam 20 menit (sekitar 31km) dari pusat kota Kediri yang hampir setengah jalanannya berupa tanjakan curam yang berkelok, baru kita bisa sampai di pelataran parkir Curug Dholo ini. Namun anda bisa tenang karena sepanjang jalan yang anda lalui sudah berupa aspal halus yang nyaman untuk melaju kendaraan. Eitss Jangan senang dulu setelah berhasil mencapai lahan parkir, karena perjuangan belum selesai. Penelusuran anak tangga sepanjang 1 km akan ditemui, berupa kelokan dan turunan curam, namun sejauh ini tangga masih tertata rapi dan terkesan belum terlalu banyak tangan usil yang merusaknya. Kira-kira memerlukan waktu 20 menit untuk menuruninya dan akan terpampanglah air yang terjun dari ketinggian tebing. Lokasi ini tergolong masih alami dan belum banyak sentuhan tangan manusia. Sayang sekali waktu saya berkunjung ke sana, debit air tidak terlalu banyak karena memang sedang musim kemarau. Meskipun demikian pengunjung sangat ramai riuh riang bermain air yang dinginnya luar biasa. Jangan coba-coba ikut berbasah-basahan kalau tidak membawa baju ganti, karena udara di sana sangat dingin, wajarlah karena memang posisinya berada di ketinggian.

Puas bermain air atau sekedar menikmati suasana hutan dan air terjun, pengunjung bisa kembali ke arah pelataran parkir tentunya melalui tanjakan tangga yang tadi dilalui, jangan heran kalau perjalanan lebih lama dari sebelumnya, karena tanjakan tangga sepanjang 1 km ini lumayan membuat nafas ngos-ngos-an dan kaki terasa sebesar gedebog pisang. Di kanan kiri tangga terdapat beberapa tempat peristirahatan yang menjual berbagai macam penganan, dari mulai air minum, snack sampai makan berat seperti mie rebus catel (campur telor), nasi pecel, soto ceker, tiwul goreng dll yang tiap porsinya tidak lebih dari Rp. 8.000. Fasilitas kamar mandi di pelataran parkir juga tersedia dengan nyaman begitu juga dengan tempat ibadah berupa mushola yang terawat.


Jika pada waktu menyusuri jalanan ketika berangkat tadi belum sempat menikmati pemandangan, pada saat menuruni jalanan dengan kendaraan ini disarankan untuk tidak tergesa-gesa dan rajin mencari spot untuk memarkir kendaraan sejenak untuk berfoto atau sekedar menikmati alam. Sebagai informasi juga, di kawasan wisata besuki ini terdapat 3 air terjun termasuk Curug Dholo. Sedangkan dua air terjun lainnya berada lebih bawah yaitu Curug Irenggolo dan Curug Parijotho. Saya tidak mengunjungi kedua Curug tersebut, karena menurut informasi kakak saya, bahwa Curug Irenggolo selain ukurannya lebih kecil juga sangat kotor dan tidak terawat. Sedangkan untuk Curug Parijotho akses untuk masuk menuju ke lokasi sepanjang 5km dari jalanan utama dengan kondisi jalan sangat belum layak untuk dilalui.

'Penyelundupann' ke Sukabumi Selatan - Ujung Genteng

Serasa sudah lama sekali tidak bertemu dengan laut. Kangen rasanya sudah beberapa minggu terakhir ini ingin bertemu. sangat kebetulan sekali rekan kerja dari kantor sebelah yang kebetulan kenal karena urusan pekerjaan menawarkan untuk ikut trip dari komunitas jalan-jalan yang ada dikantornya. Jangan heran kenapa tiba-tiba saya ditawari untuk ikut, karena sebelumnya kita sudah sempat membahas tentang hoby dan saya pernah bercerita tentang hobby jalan-jalan saya terutama untuk mengunjungi laut. Singkat cerita tanpa pikir panjang saya ijin untuk daftar sebagai "penyelundup" trip untuk kalangan internal mereka, padahal mayoritas dari mereka tentu saya belum kenal. Namun bukan menjadi hambatan bagi saya, toh dengan blackers yang sekarang menjadi "keluarga dekat" saya saat ini juga berawal dari trip saling tidak kenal, seperti cerita saya berjudul New Family vs Makhluk Asing UK Trip. Dari ber 25 hanya 2 orang saja yang saya kenal, 1 orang yang mengajak saya dan satu orang lagi yang saya ajak (panggil "susan"). Jadi saya menambah kenalan dan teman sebanyak 22 orang lagi dari trip ini.


Antusias berlebih membuat saya berbunga-bunga 3hari sebelum keberangkatan (yang ini agak lebay). Seolah akan ketemu pacar yang sangat lama tidak bertemu, senyum-senyum girang. Ditambah lagi saya bisa hunting object foto untuk yang pertama kalinya. Jumat malam tanggal 15 July 2011 adalah saat misi "penyusupan" dimulai, jam 7 malam saya dan susan menuju meeting point di kantor sebelah, di ruangan serba guna yang baru pertama kali saya injakkan, dilengkapi dengan segerombolan manusia yang wajahnya masih asing bagi saya, mungkin hal yang sama juga yang ada dipikiran mereka. Siapa kah dua orang yang masih asing ini tiba-tiba bergabung dengan rombongan jalan-jalan internal mereka. Jabat tangan dan sebutkan nama, khas orang berkenalan sudah selayaknya dilakukan. Meski lagi-lagi memory saya tidak sanggup untuk langsung bisa menghafal masing-masing nama dari mereka. Jam 20.15 rombongan berangkat menuju sukabumi, bus yang kami tumpangi cukup nyaman untuk kalangan yang menyebut dirinya "surFIFers", bus mini AC berkapasitas 27 (termasuk sopir dan kenek) merk "ARION" meluncur melewati padatnya toll lingkar luar jakarta. Tidak banyak aktifitas yang berarti untuk keberangkatan kali ini, hanya dengkuran dan goyangan bus yang melewati hancurnya jalanan yang entah sudah sampai mana saya tidak tau. Mau ngobrol juga masih bingung takut salah sebut nama, mungkin juga karena capek seharian kerja. Jadi keberangkatan kali ini didominasi oleh tidur dengan headset ipod yang menempel ditelinga saya. Sampai akhirnya bus berhenti pukul 03.50 di desa apa namanya bahkan saya tidak tau yang jelas posisi bus berada di depan masjid. Mau sholat subuh juga belum saatnya, diputuskan untuk kembali tidur sampai waktu subuh tiba. Mulai disini perbincangan dengan penghuni bus lain terjadi, kesimpulan yang didapat adalah kita akan sampai di tujuan pertama yaitu Curug Cikaso 45 menit perjalanan dari masjid yang kami singgahi tadi.

Benar saja belum sampe memejamkan mata lagi, bus sudah sampai pada turunan jalanan yang sempit dan bergoyang. Beberapa saat lolos dari jalanan yang kurang layak tersebut, sampailah di pelataran yang katanya menjadi tempat parkir jika akan masuk ke Curug Cikaso. Terkesan sepi dan saya juga belum terbayang, dimana letak air terjun yang dimaksud. Mungkin karena terlalu pagi kita sampai, bahkan warung yang berada persis disebelah pelataran tersebut belum selesai menata barang dagangannya. Alhasil abang tukang bubur yang lewat lah yang menjadi sasaran penyerbuan para penumpang kelaparan. Mimpi apa si abang pagi-pagi sudah diserbu segerombolan manusia ganas kelaparan :). Saya sendiri memilih memesan Indomie keriting goreng plus telur dan Mocacino panas yahh lumayanlah untuk mengganjal perut sebelum main air. Kira-kira hampir satu jam meluruskan kaki setelah semalaman terpaksa ditekuk, kami beranjak menuju ke lokasi curug berada. Lolos di pos masuk dengan membayar 5 ribu per orang, melewati tepi sungai yang konon katanya bisa merendam rumah-rumah disekitarnya disaat musim hujan, persawahan yang sayangnya sudah selesai dipanen dan sampailah pada pemandangan di mana terdapat genangan air yang berasal dari ketinggian yang disebut Curug Cikaso. batu-batuan yang menghiasi aliran airnya menyita perhatian saya, suara gemericik air yang mengalir di bebatuan makin membawa langkah kaki saya untuk mencoba mengabadikan dalam kamera yang sudah saya tenteng dari tadi. Jeprat jepret sana sini dengan teknik seadanya khas pemula dengan mencoba berbagai angle yg saya anggap oke. Puas mengambil foto, saya bargabung dengan yg lain menikmati hijaunya genangan air yang nampaknya sangat segar itu. Lepas baju, meletakkan kamera lalu loncat ke genangan air yang ternyata dalam dan dingin itu.

Aktifitas dicurug ini didominasi dengan foto-foto dan bermain air serta loncat dari batu yg berposisi disebelah air terjun. Kira-kira 1.5jam kami berada di sini sampai akhirnya memutuskan untuk kembali ke pelataran parkir. Kebetulan saya mengenakan celana pendek quick dry jadi tidak perlu ganti hanya cukup berjemur meski matahari tampak malu-malu beraksi. Lumayan lama kita disini karena beberapa dari kami harus mandi dan bersih-bersih serta ganti kostum untuk next destination, bahkan ada yang masih memesan indomie goreng untuk kembali mengganjal perutnya. Setelah semuanya selesai berbenah, perjalanan dilanjutkan ke tujuan ke dua yaitu Goa Sungging. Kira-kira perjalanan satu jam dan melewati jalanan lumayan sempit sampai di pelataran tempat buat menumpang parkir bus yang kami tumpangi. Dari pelataran tersebut masih mengharuskan untuk jalan kaki kira-kira selama 30 menit untuk menyentuh mulut goa. Perlu menyewa lampu penerangan kepada penduduk yang lumayan mahal sih saya kira, waktu itu kita sewa 2 lampu, ditambah retribusi masuk kena 350 ribu. Sampai di dalam goa mulut menganga stalaktit dan stalakmitnya cukup mengagumkan. Pada dasarnya goa ini termasuk goa horizontal dan vertical, hanya saja kami hanya menyusuri goa secara horizontal saja. Ruangan-ruangan di dalam goa tergolong luas, beberapa tempat terdapat rongga dengan langit-langit yang menjulang tinggi, lorong-lorong yang dihimpit dengan bebatuan yang terukir manis. Perlu hati-hati melangkah, karena di beberapa tempat disamping jalan terdapat lubang vertical ke bawah yang jika terperosok entah itu dalam atau tidak saya tidak tahu. Tidak terdapat lumpur atau aliran air di goa ini, lebih ke arah goa kering. Caving kali ini kita masuk dan keluar di gerbang yang sama, yah kurang lebih 45 menit menyusuri sebagian rongga goa.

Terik matahari tak menyurutkan kami untuk kembali berjalan menyusuri persawahan menuju dimana bus kami berhenti terakhir. Mungkin tuntutan perutlah yang lebih punya andil dari semangat tracking ini. sebotol teh kemasan dingin dengan sukses mengalir dikerongkongan saya, sangat berlawanan dengan kondisi cuaca siang itu. Lumayan untuk mendinginkan badan dari menyengatnya matahari. sampai di bus, tidak banyak aktifitas berberes yang dilakukan seperti halnya di destination sebelumnya, bahkan pakaian kami tidak menyentuh air sedikitpun kalaupun ada itu pasti berasal dari keringat kami. Setelah semua kumpul, bus kami berangkat menuju tujuan selanjutnya yaitu ujung genteng cibuaya dan penangkaran penyu. Nah perjalanan ini cukup memakan waktu, kira-kira 3jam sampai di pemberhentian sebelum susur pantai. Namun sebelum itu kami sempat berhenti di warung bakso dengan porsi yang saya pikir jumbo tergolong cukup murah dengan Rp 8 ribu saja. Es campur, es Juice, dan es buah cukup dengan Rp 5 ribu pas banget dengan budget makan dari panitia Rp 13 ribu. Sebelum acara susur pantai, kami sempat berhenti untuk menumpang sholat di sebuah mushola tepi pantai yang kondisinya sangat mengenaskan.

Susur pantai disaat matahari sedang terik-teriknya memang sedikit ide gila, sengatan matahari sedikti membuat pusing. Tapi rasa kangen berlebih pada laut lebih kuat. Kalau untuk urusan takut hitam sudah hilang dari pikiran saya, mana ada backpacker takut matahari. Beberapa saat menyusuri pantai dengan pasir putih yang lembut ini, sampailah kami di sebuah bangunan persinggahan yang ternyata adalah lokasi dimana anak penyu alias tukik ditangkarkan. Wow, ternyata kelapa muda sudah siap menanti ketika kami datang, diantara haus dan segarnya air kelapa yang sangat menggoda tak berlama-lama buah khas pantai itu kami santap. Angin pantai kali ini sangat menggoda untuk kami bermalas-malasan di bawah pepohonan diatas pasir, posisi tiduran sambil menikmati pemandangan yang tidak kami temukan di ibu kota, yakk ombak bergulung-gulung , birunya laut, kontrasnya pasir putih, perfect. Aktifitas ini kami lakukan sambil menunggu indahnya sunset, dari Jakarta sudah sempat saya bayangkan betapa indahnya sunset disaat cuaca sedang cerah seperti ini. Di saat bersantai seperti ini tiba-tiba banyak kerumunan pengunjung berbondong-bondong menuju ke tepi laut, dengan diiringi teriakan petugas melalui megaphone yang ditentengnya. Ah kirain ada apa, ternyata inilah salah satu yang kami nantikan yaitu melepas tukik ke laut.

Petugas dengan mengatur barisan dari semua pengunjung dengan rapi, selanjutnya dibagikan satu persatu tukik yang nantinya akan bersama-sama dilepaskan ke habitat aslinya. Sunset yang kami tunggu pun kalah menarik dari event ini, tapi saya sempat beberapa kali mengabadikan kuningnya langit sore hari. Sore ini tampak seru dengan aktifitas melepas anak penyu ke laut disaat matahari mulai bersiap-siap untuk bersembunyi. Lagi-lagi saya katakan ini sore yang perfect. Semacam pertandingan lari bagi para tukik seolah kegirangan dan antusias berhamburan menuju ke habitat asli mereka. Menurut petugas yang sempat kami bercakap dikeesokan harinya, anak penyu yang kami lepas ini akan kembali untuk bertelur ke pantai ini setelah kurang lebih 5 tahun mereka berkelana. Tau darimana? dari historical data pastinya, jadi ternyata mereka diberikan tanda dari sejenis logam di tempurungnya (sayang sekali saya tidak memperhatikan dengan jeli ketika memegangnya untuk dilepas).

Euforia penyu dan sunset masih belum hilang ketika ternyata langit sudah mulai gelap, itu berarti kami harus memikirkan akan tinggal dan tidur dimana malam ini. Cukup seru proses memutuskan tempat untuk nenda kali ini, karena terdapat dua kubu yang mempunyai pendapat yaitu kubu pertama dengan bersikukuh untuk mendirikan tenda di areal penangkaran sesuai dengan advice dari petugas dengan alasan jika diluar sana sangat berbahaya masih banyak binatang buas termasuk ular dan buaya yang berkeliaran, serta tentunya petugas tidak mau ikut tanggung jawab jika terjadi apa-apa, itulah kenapa jika akan mengikuti pendapat dari kubu kedua perlu membuat surat pernyataan kepada petugas yang berisi segala resiko akan kami tanggung sendiri. Namun, pada akhirnya pendapat dari kubu kedualah yang menjadi keputusan bersama, setelah ada penjelasan dari petugas tentang alasan sebenarnya kenapa kita sedikit dilarang mendirikan tenda di luar area pagar penangkaran. Ternyata alasan sebenarnya adalah bahaya pencurian oleh para "maling" telor penyu atas barang-barang kami, makanya dibutuhkan ronda bergantian ketika kami tetap bersikukuh untuk mendirikan tenda di luar area.

Tracking dimulai dengan membawa semua perbekalan melewati jalanan setapak. Gelap? tentu tidak, bertepatan dengan bulatnya bulan purnama jadi tidak perlu penerangan lagi untuk tracking kali ini. Di tengah perjalanan kami berhenti untuk beristirahat sekalian makan malam yang menunya ayam bakar dengan tusuk raksasa plus ikan bakar segar dengan sambal seadanya berupa cabai dan kecap namun rasanya cukup menggoyang lidah, mungkin karena kami sangat lapar plus makan bareng rame-rame seperti ini yang merupakan bumbu intangible yang selalu menambah gurih masakan. Perut kenyang mulai semangat lagi melanjutka perjalanan menyusuri pepohonan. kurang lebih 15 menit sampailah di sebuah lahan pasir yang ternyata berada sangat dekat dengan debur ombak, yup kita mendirikan tenda di lahan tinggi ditepi hamparan pasir putih, perfect. Selesai mendirikan tenda, aktifitas rutin malam hari adalah ngobrol sana sini, bercanda, nyanyi-nyanyi sambil nyemil sambil menikmati cerahnya malam ini sampai-sampai para bintang tidak bisa menyembunyikan dirinya, ditambah bulatnya bulan purnama menambah cantik langit malam ini. Lama kelamaan peserta nimbrung makin berkurang, suara nyanyian dan gitar semakin perlahan hilang, sleeping sudah menyelimuti badan, hanya beralaskan matras di luar tenda kamipun terlelap tenang sampai riuhnya pagi datang.

Sayang sekali sun rise tidak bisa kami nikmati pagi ini, karena posisi pantai ini lebih cenderung menghadap ke barat jadi matahari muncul berasal dari daratan. Namun bukan berarti mengurangi indahnya pagi ini. Bagi saya sendiri yang sedang asyik mengotak-atik kamera dan melakukan berbagai percobaan settingan, tak berhenti jepret sana sini dengan berbagai object yang ada. Tentu saja, aktifitas ini kami (saya lebih tepatnya) kami lakukan setelah menyantap nasi goreng bikinan salah satu diantara kami, sambil sesekali menculik sosis yg digoreng pada nesting yahh tidak jadi soal apakah sebenarnya sudah matang sempurna atau belum.

Puas menikmati pagi, pasir, ombak dan foto-foto kami beranjak menuju tenda dan memulai membereskan tenda serta perlengkapan yang lain. Memastikan tidak ada yang tertinggal termasuk juga sampah, susur pantai selanjutnya kita lakukan menuju ke area penangkaran penyu dimana bus kami bermalam. Berebut kamar mandi, beberes, ada yang menambah pasokan tenaga HP nya, berbincang dengan petugas sekedar mendengar cerita dan nasib penangkaran yang menurut mereka sangat jauh dari dana yang ideal (miris kalo mendengar point yang terakhir, mereka lebih banyak melakukan rutinitas dengan swadaya. Perlu diketahui bahwa penangkaran penyu ini berada di bawah naungan pemda yang mengurusi bidang perikanan dan kelautan).

Tidak jauh dari itinerary yang kita buat sebelumnya, setelah semuanya siap kami memulai perjalanan panjang menuju ibu kota. Dari mulai panas terik, hujan, macet disana sini, berhenti untuk makan siang yang kesorean, sholat, semuanya memakan waktu kurang lebih 9 jam.

Trima kasih suFIFers, mengijinkan saya ikut gabung bersama trip internal kalian sehingga saya bisa mengobati kekangenan kepada laut . Sampai ketemu di trip-trip selanjutnya :).

Oh iya, karena ini trip kantor pada dasarnya jadi ada dana subsidi sebenarnya. Saya sebagai orang luar dipatok harga 200 ribu saja untuk semua kebutuhan trip, dan itu tergolong murah untuk ukuran fasilitas yang saya terima.

Basic Photography by Fitra Pranadjaja

Sangat kebetulan sekali, disaat euforia kamera sedang di titik tertinggi bagi saya. Di kantor tempat saya bekerja yang memang setiap 2 minggu sekali diadakan Friday Knowledge Sharing, kali ini mengangkat tema "Basic Photography" dibawakan oleh Mas Fitra Pranadjaja. Kemampuan jepretannya tidak diragukan lagi, Ayah dari 3 orang anak ini sering mengadakan training tentang photography. Bila dilihat dari hasil jepretannya, sangat jauh dari yang disebut hanya sekedar iseng dan hobby seperti yang dia ungkapkan. Tampak jepretannya penuh arti dan tema. Beberapa materi yang sempat saya serap dalam sharing kali ini memang sangat bermanfaat bagi saya seorang pemula. Berikut beberapa ringkasan hasil duduk di Garda Aula selama 1 jam mendengarkan sang master membagi ilmunya.

Beberapa hal dasar yang harus diperhatikan ketika akan memotret adalah

1. Idea and Concept
Ide yang dimaksud disini adalah mengenai apa foto yang akan kita ambil, sedangkan konsep adalah mau seperti apa foto akan kita ambil. Ide dan konsep ini bisa jadi tidak murni dari imaginasi kita sendiri, namun sangat dihalalkan bila ide itu muncul dari hal-hal yang sering kita jumpai dalam aktifitas kita sehari-hari atau bahkan ide itu bisa muncul dari Movie, Song, Painting, Novel, Photo

2. Model - Wardrope - Property
Hal selanjutnya yang secara otomatis akan menjadi persiapan lanjutan dalam mengambil foto setelah ide dan konsep dipilih adalah menentukan model (object yang akan difoto), wardrope (make up dan kostum yang akan dikenakan oleh model), Property (perlengkapan yang akan ada dalam frame jepretan). Tentunya ketepatan pemilihan model sangat berperan penting dalam keberhasilan photography, dari segi karakteristik fisik sang model, ekspresi serta pose yang dibentuk. Begitu juga dengan wardrobe yang akan digunakan harus sesuai dengan konsep yang telah ditentukan. Hal selanjutnya yang tidak kalah penting adalah keberadaan property yang tepat juga akan menambah kuat ide dan konsep yang akan kita usung.

3. Spot
Ide, konsep, model, wardrope, dan property sudah, selanjutnya adalah lokasi dimana foto akan diambil. Lagi-lagi lokasi juga mengikuti tema yang sedang diangkat. alangkah baiknya dilakukan survey tempat terlebih dahulu sebelum dilakukan pemotretan, jangan sampai kenyamanamn dan konsetrasi pengambilan gambar buyar gara-gara diusir satpam karena pada dasarnya lokasi tersebut dilarang untuk diambil gambar.

4. The Light
Ada beberapa teknik pencahayaan yang dimaksud yaitu front lighting (cahaya datang dari arah pengambil gambar), back light (cahaya datang dari arah belakang model) , side light (cahaya datang dari arah kanan atau kiri model) dan Top Light (cahaya datang dari arah atas model). Pencahayaan yang mana yang akan kita pilih adalah tergantung dari efek seperti apa yang akan kita buat dalam foto tersebut, lagi-lagi konsep lah disini yang berbicara. Tips sederhananya adalah jika konsep kita menggunakan seorang model, maka pose sang model diusahakan mengarah ke sumber cahaya, tentunya ini tidak berlaku jika teknik yang dipakai adalah back light. Namun, terlepas dari konsep dasar yang ada pada saat ini kebebasan imaginasi dan ekspresi, photographer bebas mengeksplorasi seperti apa teknik yang akan dia gunakan sesuai dengan maksud dan tujuan yang ingin dihasilkan.

5. Angle
Angle atau sisi sudut yang dimaksud adalah posisi pengambil gambar terhadap model yang akan difoto. Ada 3 teknik yaitu eye level (sejajar mata, dimana photographer tidak memerlukan effort lebih untuk mengambil gambar), high angle (posisi pengambil gambar berada lebih atas dibanding model, biasanya diperlukan alat bantu sebagai pijakan photographer, atau bisa jadi model dalam posisi duduk di lantai dan photographer berdiri, atau mungkin sang model berada di 1 level dibawah photographer), low angle (kebalikan dari high angle, photographer berada lebih di bawah dibanding model, tips untuk angle ini adalah menggunakan lensa wide karena hasilnya akan luar biasa)

6. Camera Setting
Beberapa item dasar yang masuk di setting kamera adalah contrast (tipsnya adalah sebisa mungkin raw material dari foto se soft mungkin, karena nantinya material tersebut akan dilakukan editing, dan perlu anda tahu bahwa setiap editor application akan menambah kontras dari gambar tersebut). Saturation (alias komposisi warna, semakin tinggi berarti komposisi warna juga akan lebih terlihat),white balance (hal ini perlu diperhatikan dan disesuaikan dengan saat kapan pengambilan foto dilakukan, apakah pagi hari dimana nuansa yang akan muncul adalah lebih kearah biru kekuning-kuningan, atau sore yang lebih ke arah kuning kemerahan), raw format (format seperti apa yang akan dihasilkan, default raw material biasanya akan sangat besar sekitar 10Mb untuk satu foto dan menghabiskan memory kita, namun dari kualitas gambar memang yahud). Satu lagi yang tidak kalah penting adalah diafragma, settingan ini mengatur sebesar apa bukaan rana yang diinginkan tentunya disesuaikan dengan kondisi cahaya pada saat pemotretan, jika siang hari outdor misalnya, buka sedikit saja bukaan rana nya).

7. Composition
Komposisi yang dimaksud adalah detail object yang berada pada frame tersebut, posisi model, property dll. third of rules (disini wajah model diletakkan pada sepertiga bagian dari frame bisa berada di kiri ataupun kanan. Jadi otomatis akan ada yang namanya active space dimana merupakan bagian kosong dalam frame tersebut, sebisa mungkin model berpose mengarah ke active space tersebut. Satu lagi adalah yang dinamakan "Dead Centre" , biasanya model berada di tengah simetris, teknik ini biasanya digunakan oleh pemotret pemula umumnya namun bisa jadi bagus ketika disiasati dengan memberikan framing pada foto tersebut. Misal, object utama adalah cewek cantik yang berjalan di jembatan, nah teknik dengan dead centre ini tentunya tepi jembatan bisa kita jadikan framing untuk menambah kesan yang lebih ok.

Kesemua hal di atas sangat penting diperhatikan untuk mendapatkan hasil jepretan yang maksimal. Selain beberapa hal di atas ada satu hal yang perlu diperhatikan juga yaitu ambience pada saat pemotretan. Ciptakan suasana yang nyaman pada saat sesi pemotretan, karena akan sangat berpengaruh terhadap ekspresi model (ini sangat penting) serta mood dari kita sendiri sebagai photographer. Jangan sampai segala persiapan yang sudah matang menjadi kacau dan tidak menghasilkan foto sesuai yang sudah dikonsep sebelumnya hanya gara-gara suasana yang tidak nyaman.

Demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika kita memotret. Semoga bermanfaat. Thanx Mas Fitra

Jepretan Baru Tanpa Teknik Khusus

Setelah melewati beberapa pertimbangan dari kedua aspek yaitu budget dan keinginan. Brand dan seri terpilih adalah NIKON D5000 dengan Lensa 18-105mm f3.5-5 . Kenapa NIKON ? karena mayoritas di lingkungan saya menggunakan brand tersebut, dikantor mayoritas NIKON begitupun teman-teman saya di Blackpacker Indonesia. Kenapa D5000? karena dia harganya yang masih masuk budget, yah setidaknya ketika di pasangkan dengan lensa setengah sapu jagat yang saya beli harganya belum menginjak 2 digit ahaha, memang nafsu kali ini masih dikalahkan dengan logika dalam hal ini budget. Awalnya sih sebenarnya prefer ke D90 tapi yasudahlah D5000 juga tidak sebegitu jeleknya.


Sampai saat detik ini (12 hari menjadi hak milik) bahkan manual book masih tersentuh 3 lembar saja. Jepretanpun juga masih di dua event ulang tahun mantan teman kantor saya. Tanpa mempunyai teknik khusus dan terkesan asal jepret namun tetap pede dengan tentengan DSLRnya. Jepret, edit (hanya brightness and contrast), posting ahahhaa.. berikut beberapa hasil jepretan saya



Menggantung Impian di Pohon Keramat "Serdadu Kumbang"

Entah benar atau salah tentang mitos kumbang dan kupu-kupu. Yang jelas ini baru pertama kali saya dengar. Berawal dari anak yg dibuang oleh ayahnya dihutan karena bisu dan tuli . Doa dia hanya ingin agar ayahnya dimaafkan, dia ingin ketemu ibunya. Akhirnya dia dijadikan kumbang oleh Tuhan dan bisa terbang ke istana. Sayangnya sampai di istana, ternyata terjadi kebakaran, semua habis dan dia melihat ibunya dkejar penjahat, yang bisa dilakukannya hanyalah berdoa agar ibunya tidak lagi dijahati oleh manusia, berubahlah sang ibu menjadi kupu-kupu. hmmm terlepas benar salahnya mitos ini, sempat membuat saya bengong. Glekk !!!

Kepolosan pemikiran anak-anak natural ditampilkan. Kelicikan, kenakalan dan kecerdikan bocah-bocah menjadi warna alur ceritanya. Dari pura-pura pingsan ketika disuruh push up dengan harapan selamat dari hukuman lanjutan akibat telat masuk kelas sampai sembunyi-sembunyi nangkring di pohon orang dan mencuri jeruk dari pohonnya.. Ngintip rok Bu gurunya ini lah keisengan yang paling parah, hukuman dari Pak Alim pun jadi langganan.

Kalimat yang dipilih dalam script juga saya suka, terkesan alami namun berisi. Beberapa dialog mengundang tawa karena serasa kocaknya tidak dibuat-buat, meski di beberapa sisi juga ada yang garing. Suasana perkampungan kental terasa, dialeg lantang "titi sjuman" , judes , cerewet..manteb. Putu wijaya juga berperan natural menjadi panutan anak-anak. Tapi paling pas dan cucok yg jadi peran bapaknya amek, lelaki kampung yang menjadi TKI ke malaysia untuk beberapa tahun, dengan gaya ngomong dan gayanya "besar" khas orang congkak yang pulang dari rantau.

Umbek, Achan, Amek, 3 bocah yang menjadi cerita di film karya anak bangsa ini lumayan bagus, pemilihan tokoh menurut saya pas. Persahabatan anak kampung yang kompak, saling mengalah namun sama-sama iseng membuat warna di tontonan ini. Pernah sekali waktu 1 diantara mereka, lagi mati gaya dan kepikiran nantinya ingin jadi nelayan saja, ide untuk memancing pada malam bulan pernama yang menurut dia harusnya banyak sekali ikan tiba-tiba muncul. 2 yang laen hanya senyum dan mengiyakan padahal mereka tahu teori itu sangat salah, ikan tidak akan ada yg dipermukaan ketika bulan terang. Pengakuan dosa pembohongan baru dilakukan setelah sekian lama mereka memancing dan sama sekali tidak didapatkan ikan. Kelakar tawa alami muncul bersama heningnya laut bulan purnama.

Di sisi lain, film ini menggambarkan nasib pendidikan dipelosok negeri dengan sistem pembelajaran dan fasilitas yang sangat senjang versus standart kelulusan yang disamaratakan. Kelulusan yg jadi patokan prestasi menjadi puncak kesedihan atas ketidakberhasilan. Tiap tahun mayoritas dari peserta ujian nasional tidak lulus, bahkan tahun ini 100% dari mereka tidak lulus. Kakak amek, si juara matematika tingkat kabupaten pun tidak bisa melanju
tkan ke tingkat selanjutnya karena nilai ujian nasionalnya kurang untuk kategori lulus. Meski kematian yg terjadi bukan semata-mata karena ketidaklulusan,namun ini menjadi puncak kambing hitam atas sistem belajar mengajar. Kakak Amek meninggal akibat jatuh dari pohon yang penuh dengan gantungan angan anak-anak selurh kampung.

Namun, Ada alur yang aneh dalam film ini, selain alurnya agak kedodoran ada juga di satu bagian yang loncat. Yaitu ketika kudanya (namanya Smodeng) sudah ditunggangi kembali setelah dirampas oleh si pembeli jam palsu ayah mereka (namanya lukman). Dimana terdapat pada scene kakaknya Amek meninggal, tp kenapa setelah beberapa hari smodeng datang lagi ke rumah mereka seolah baru saja kembali setelah sekian lama dirampas oleh lukman. Mungkin sutradara punya pemikiran lain disinim tapi yang ada dipikiran saya sebagai penonton adalah seperti itu.

Terlepas dari acting dan alur cerita, yg saya suka dari serdadu kumbang ini menonjolkan keindahan alam (sumbawa) dan budaya lokalnya.


Men's Trip "Get lost KL" 16-19 April 2011

Trip ini berawal dari adanya promo tiket murah Air Asia yang sudah kami pesan tahun lalu, hanya 4 orang yang respon dari info yang saya sebar ke BBM Group Blackpakerindo. Tiket PP CKG-LCCT untuk ber 5 hanya dibandrol RP 525.000. Urusan nantinya bisa pergi atau nggak toh murah ini, itu yang ada dipikiran kami. Mendekati tanggal yang tertera di tiket, 2 diantara kami mengundurkan diri tidak jadi berangkat, ini berarti hanya saya, Abie (Onta) dan Reza, jadilah trip ini “Men’s Trip” . Merupakan perjalanan paling gokil dari trip yang pernah kami lakukan, karena perjalanan ke Luar Negeri tanpa itinerary dan perencanaan yang matang, yang penting tiket dan passport sudah ditangan urusan penginapan dan detail tujuan pikir nanti saja setelah sampai disana, lebih cuek karena kami semua cowok, ditambah lagi cuti saya baru officially approved H-1 huft ya ya tim di kantor memang lagi minim orang (idealnya 7 orang dan kondisi saat ini hanya bertiga) . Satu lagi, ini adalah kunjungan pertama kali bagi kami bertiga ke Kuala Lumpur.
Dari tiket yang sudah kami pegang tertulis kami harus take off pukul 14.00. Mungkin karena saya tidak terlalu ribet untuk urusan perbekalan, saya baru mulai packing pukul 10.00 asal baju, celana, daleman dan charger serta passport dan tiket sudah masuk hajar sajalah. Hampir jam 11.00 an saya berangkat dari kos ke terminal lebak bulus yang hanya memakan waktu 10 menit lalu melanjutkan menumpangi DAMRI ke CKG (RP 20.000) yang baru jalan pukul 11.00 (gak seru kalo tanpa sport jantung), nah kan betul saja jam setengah 1 baru sampai dan harus makan siang dulu, sholat dan beres-beres sudah dipanggil berkali-kali untuk penerbangan ke KL.

DAY 1
LCCT & Bukit BIntang

Perjalanan CKG – LCCT memakan waktu 1 jam 45 menit. Tiba di LCCT 17.03 waktu Malaysia. Sekilas memang semacam Terminal kargo karena tidak ada raut kemewahan di airport ini, yaiyalah namanya juga LCCT Low Cost Carrier Terminal cukup Rp 105 ribu bisa perjalanan PP CKG-LCCT. Antrian di Imigrasi tampak begitu panjang padahal lebih dari 10 counter yang dibuka. Setelah antri selama 20 menit saatnya kami mendapat giliran bertemu petugas imigrasi untuk membubuhkan stempel di passport kami, hanya membutuhkan waktu tak lebih 3 menit proses perorang selesai. Selesai urusan imigrasi barulah diputuskan bukit bintang jadi tujuan pertama kami malam ini. Tapi naik apa? Kemana dulu? Ahh kenapa harus bingung selama masih punya mulut toh ada pusat informasi ini. Oh iya, mending kalau Tanya pakai bahasa inggris deh daripada gak begitu paham dengan logat dan dialeg melayu mereka malah makin bingung. Sipp info sudah dikantongi, untuk mencapai Bukit BIntang transport yang paling murah adalah dengan Aerobus ke KL sentral (RM 8) yang kata petugasnya ada di platform 2, mari kita cari dimana itu. Perjalanan menempuh waktu 1 jam, kanan kiri jalanan dipenuhi dengan pohon sawit dan perbukitan selebihnya gelap karena ternyata saya tertidur. Sampai di KL sentral yang kami lakukan pertama adalah mencari nomor lokal agar tetap bisa berhubungan dengan orang, teman, dan keluarga yang di Indonesia (bilang aja biar bisa twitter-an plus check in pakai foursquare), saya pilih Celcom dengan kartu perdana seharga RM 20 berisi credit RM 5, tariff BB Service dari RM 0.5 , RM 1 , dan RM 2.5 (tidak ada alasan khusus memilih provider ini hanya karena yg tempatnya langsung ketemu dan saya bisa menumpang charging handset serta mencari info dari officernya tentang daerah mana yg kira-kira kami kunjungi, tidak recommended provider ini karena servicenya tdk terlalu bagus, mengaktifkannya juga agak lama). Waktu sudah mendekati pukul 21.30 kami bergegas menuju Stesen KL Monorail KL sentral kira-kira jalan kaki selama 10 menit setelah keluar gedung KL sentral yang lebih mirip Ambasador Kuningan ini. Dalam waktu 15 menit dan membayar RM 2.1 kami sudah sampai di Stesen Bukit BIntang. Nampak sangat riuh perempatan dan sepanjang jalanan ini, seperti yang kami pernah dengar bahwa tempat ini kalau weekend ramai buat kongkow yang katanya nightlifenya KL. Memang sih ramai tapi nampaknya kok kurang elit ya untuk ukuran tempat yang disebut night life jauh dari bayangan saya sebelumnya seperti Clarke Quay punya SIngapura. Berniat mencari makanan untuk late dinner sekalian mencari penginapan untuk kami malam ini. Beginilah serunya go show, keluar masuk hostel, hotel dan guest house untuk memastikan yang mana yang irit di kantong, tawar menawarpun kami lakukan. Akhirnya setelah sekitar sejam lebih kami mengitari jalanan, kami menemukan bangunan yang berada agak dipinggir ujung jalan alor samping jalan bukit bintang sebuah guest house yang meski tampak seram diluar ternyata dalamnya lumayan bersih plus kamar mandi yang terawat untuk ukuran RM 70 per malam untuk 3 orang.

Sekedar meluruskan kaki, bersih-bersih, sholat dan sempat menyeduh pop mie yang sempat kami bawa dari Indonesia untuk sekedar mengganjal rasa lapar sebelum nanti kami keluar mencari makan berat. Ahh dasar namanya setan kasur tak kenal kebangsaan, masing-masing diantara kami terlelap sampai pagi.

DAY 2 :

Melaka & Petronas

Hari ke dua kami putuskan untuk melancong ke Malaka, tapi sebelumnya sembari berjalan kaki menuju stesen KL Monorail stesen Bukit Bintang sekalian mencari sarapan, tadi malam ketika menyusuri jalanan ini kami sempat melihat warung nasi lemak halal tapi nampaknya pagi ini dia belum buka lapak, terpaksa lah junkfood untuk pagi ini. Lumayan mahal sarapan kami, tidak ada menu nasi disini adanya ayam pakai roti plus baked potato, telor dan milo anget dibandrol RM 9.8 . Perut kenyang artinya ngantuk ahh mana boleh bermalas-malasan, bermodal ‘perbualan’ dengan orang-orang yang kami temui. Info sudah ditangan, untuk mencapai Malaka pertama kali kita haru menjangkau Stesen hang tuah dengan KL Monorail seharga RM 1.7 selanjutnya berpindah ke Jalur LRT menumpangi kereta yang mengarah ke Sri Petaling untuk menjangkau Stesen Tasik Selatan dengan harga RM 2,7 (jangan salah naik karena dijalur yg sama ada dua jenis kereta yaitu ke sri petaling dan ampang, pilih yang ke Sri Petaling). Kali ini nampaknya tidak memungkinkan tidur karena perjalanan hanya 15 menit saja. Turun dari stesen ini kami bingung harus kemana, keluar stesen dan bertanya ke orang lah yg harus kami lakukan. Ternyata kami harus berjalan kaki mengikuti jalur ke arah TBS (Terminal Bersepadu Selatan) sebuah terminal yg lebih mirip Airport di Indo penampilannya dimana disini berbagai jenis transport berkumpul dari KLIA Express, BAS, LRT, dll). Dari TBS inilah kami harus menumpang Bas seharga RM 12.5 untuk mencapai Malaka. Armada yg kami tumpangi bernama “Mayangsari” cukup nyaman bisa selonjoran dan tidur nyenyak, saatnya memejamkan mata karena toh kanan kiri jalan tidak ada yang menarik buat di nikmati.Tepat sesuai yg dijanjikan 2 jam sampailah di Malaka Sentral, pertama kali menginjakkan kaki dari bas memang terkesan inilah kota tua nya Malaysia, bangunan tampak lusuh dan nampaknya banyak makanan halal di sini, karena yg jual mayoritas pakai jilbab meski agak aneh dilihatnya karena mereka berjilbab dengan lengan tangan pendek. Mampir sebentar di surau untuk menumpang sholat dhuhur sekalian ashar dan dilanjutkan mencari makan untuk makan siang di sebuah kedai Melayu dengan minuman khas nya teh tarik. Saya memilih menu tofu dan sayur, minum es teh tarik , lumayan mahal untuk menu sederhana ini RM 5.1 . Hoamm perut kenyang, tidurpun sudah cukup ketika di bas tadi kini saatnya mencari tau ada apa di kota ini. Bertanya ke pusat informasi, dia menyarankan untuk ke Dutch Square (cocok dengan info yg kita dapat dari hasil browing tentang Malaka) kira-kira 25 menit dari Melaka Sentral dengan menaiki bas nomor 17. Kota ini sangat panas mungkin karena memang dekat dengan laut, ditambah perjalanan ke Dutch Square dengan bas tanpa AC tempat duduk yang sudah usang mirip dengan kopaja tapi berukuran besar hmm mayasari bakti kali ya, tarifnya pun tidak mahal cuma RM 1

Dutch Square ini sebenarnya mirip dengan Kota Tua di Jakarta namun di sini jauh lebih terawat dan teratur. Konsep sebuha tempat kunjungan wisata juga sangat dipikirkan. Kumpulan museum yang berada diperbukitan ini nampak nyaman dan asri dengan pohon-pohon besar dengan view ke laut. Sempat pula kami cicipi semacam dawet di kedai pinggir sungai Melaka , ada beberapa menu dan saya memilih “ABC” entah kependekan dari apa yang jelas ternyata isinya es serut lengkap dengan sirup dan kuah apa saya tidak tau, di atasnya ditaburkan kacang merah, sweet corn, cendol, semacam cincau warna merah dan hijau cukup dengan RM 2 saja. Di lokasi ini banyak ditawarkan jasa transportasi budaya berupa becak yang penuh dengan hiasan bunga dan lampu hias plus iringan music melayu Malaysia dan sekali waktu saya dengar lagu-lagunya Jamal Mirdad dan Dangdut Bang Roma. Kalau saya baca dari plat yang menempel di becak-becak itu bertuliskan “ Persatuan Beca Warisan Negeri Melayu” nampaknya sih ada yang mengkoordinir. Namun kali ini kami tidak tertarik untuk menumpanginya. Berjalan mengitari pinggir kompleks museum (kebetulan kami tidak masuk ke dalam) kami juga menemukan bekas gereja tua, terdapat semacam prasasti di batu yang menyandar di dinding, serta ada seperti lubang yang ditutup jeruji besi namun yang aneh ada banyak uang kertas dan logam didalamnya bahkan saya melihat banyak uang seribuan dan dua ribuan rupiah di lobang tersebut. Entah ada maksud apa disini mungkin ada kepercayaan seperti di kota mana itu yang lempar koin ke kolam biar permintaannya terkabul. Eitss tenangg kami tidak ikut-ikutan buang uang disitu kok.

Sayang sekali kami hanya punya waktu 2 jam berada di lokasi ini. Karena kami harus tiba di Melaka Sentral sebelum jam 18.30 karena menurut petugas tiket “mayangsari” yang sempat kami tanya sambil mencari info tentang Dutch Square tadi, bus terakhir ke Terminal Bersepadu Selatan akan berangkat. Nah sekarang kami tidak tau harus menunggu Bas seharga RM 1 tadi dimana untuk menuju ke Melaka Sentral, ah tenang kita masih punya mulut dan masih punya energy cukup untuk bertanya kepada siapapun yang ada di sini. Yup kami harus berjalan kira-kira 300 meter dari posisi dimana kami berada sekarang untuk menunggu bas tersebut. Tak sulit untuk menemukannya dan kami langsung bisa duduk manis sambil menikmati pemandangan kota tua di kanan kiri bas. Sampai di Melaka Sentral kami langsung bergegas menuju bagian tiket “mayangsari” yang kami tumpangi ketika berangkat tadi. Siall, ternyata sudah habis jadi kami harus mencari armada yang lain tentu saja tetap membandingkan harga termurah ahaha namanya juga perjalanan irit. Beberapa armada lain ternyata tiketnya terjual habis, akhirnya kami menemukan bas “Delima” dengan harga RM 12.2 berangkat pukul 19.00 ini berarti kami masih punya waktu 45 menit untuk mengitari lokasi ini. Berniat mencari makanan kecil yang khas, kami mencicipi makanan yang ternyata rasanya mirip dengan otak-otak di Jakarta tapi sayang sekali “egg tart” yang kata seorang teman wajib dicoba kalau ke Melaka tidak kami temukan.

Tepat jam 7 malam bas berangkat dan ini berarti saatnya memejamkan mata lumayan 2 jam mengistirahatkan badan setelah berpusing-pusing di kawasan “Malaysian Herritage” ini. Zzzzzzzz

Awalnya kami sedikit pesimis dengan bas yang kami tumpangiini karena terkesan tidak se’mewah’ bas yang kami tumpangi saat berangkat tadi. Ternyata pikiran kami salah besar, tidak lama menapakkan pantat di kursi sesuai nomor yang tertera di tiket, tiba-tiba ketika terbangun kami sudah sampai di TBS itu artinya kami benar-benar pulas. Bergegas turun dan berpindah stesen untuk menumpang LRT menuju stesen hang tuah. Selama di kereta ini kami habiskan dengan bercanda dan berbincang karena tidak menungkinkan untuk tidur. Dari perjalanan singkat 15 menit itu kami, menghasilkan kesepakatan untuk pergi ke Petronas setelah ini (waktu menunjukkan hampir pukul 10 malam), karena kami pikir petronas lebih oke malam hari dan kami masih punya waktu untuk menumpangi KL Monorail kembali ke Bukit Bintang sampai jam 12 malam. Dengan menumpangi KL Monorail ke stesen Bukit Nanas seharga RM 1,2 dan berjalan kaki sekitar 800 meter selama 15 menit (karena sambil foto-foto) sampailah kami di gedung yang menjadi Icon Kuala Lumpur. Masih ramai juga ternyata di jam malam itu, ada yang sibuk mengabadikan foto, berbincang dan hanya sekedar melihat-lihat twin tower tersebut. Saya sendiri lebih tertarik untuk mengambil foto orang yang sedang berpose mengambil foto rekannya.

Puas menikmati kawasan di KLCC ini kami kembali ke stesen KL Monorail bukit nanas mengejar hampir tengah malam dan tidak akan ada KL Monorail yang beroprasi lagi. Karena ini weekend KL Monorail beroperasi sampai pukul 11.30 jadi kami in time 30 menit karena tepat jam 11 kami sudah mengantongi ticket card. Sampai di bukit bintang perut mulai berdendang, berniat makan malam di warung nasi Hainam yang tadi tadi pagi ketika kami lewat belum buka, ah sayang sekali kita kemalaman dan sudah tutup ahh memang belum jodoh, masih rejekinya KFC kami kunjungi untuk makan (ke)malam(an) kali ini. Lagi-lagi makan dengan memilih manu berporsi besar yang lumayan mahal RM 12.5 asalkan nafsu ingin makan bisa terpenuhi. Yeayyyyyy tapi coba tebak apa yang kami temukan di sini ? Egg tart , makanan yang tidak kami temukan ketika di Melaka tadi dijual di sini otomatis langsung pesan karena per biji kecil nya seharga RM 1.8 yasudah lah ya pesan satu saja sekedar ingin tahu rasanya. Hmmm ternyata enak kue mungil ini. Semacam pie bulat cup yang tengahnya berasa telur putih, enak.

Perut kenyang, kaki sudah sedikit enteng saatnya kembali ke penginapan, jam 1 kita sampai di kasur dimana setan kasur sudah menunggu mangsanya, tapi magic mereka tidak mempan kali ini karena mata kami masih terbuka lebar hingga hampir jam 3 pagi.


DAY 3 :

Genting, Puduraya & Masjid Jamek

Gerimis pagi hari bikin malas bergerakkkk…tidur juga masih kurang nampaknya. Tapi ayo lah come on Guys sayang kan kalau ke sini cuman tidur. Mandi, beres-beres, bikin pop mie lalu packing, kenapa packing? Ya kami harus check out hari ini dari Bintang Guest House cukup 2 hari saja, nanti malam pengin nyoba tempat lain. Oke semua sudah siap untuk pergi ke.. kemana ya.. Genting sajalah. Info dari resepsionis penginapan, kita harus ke KL sentral untuk menumpang bus dari sana. Tanpa sarapan (padahal sudah makan pop mie masing-masing satu) kita menuju KL sentral lagi-lagi menumpangi transport andalan KL Monorail RM 2.1 . Tak lebih dari 15 menit kita sudah sampai, selanjutnya berjalan 10 menit sampai di loket penjualan tiket bus ke genting, ahhh kehabisan tiket, baru ada 2 jam lagi, mau ngapain selama itu disini buang-buang waktu saja. ntung ada yang berbaik hati memberitahu kami dimana kita bisa mendapatkan bus lain yang ke genting. Kami bisa menemukan busnya di Terminal Puduraya, untuk menjangkau itu kami bisa naik JKL ke Masjid Jamek RM 1.3 dan pindah jalur ke LRT menuju ke Stesen Plaza Rakyat RM 1.2 (yaelahh ternyata hanya 1 pemberhentian) dari situ baru jalan kaki kira-kira 10 menit sudah sampai di terminal yang ruang tunggunya semacam ruang tunggu di Airport saja, bangunan keren bersih dan tampat nyaman. Loket penjualan tiket bisa kami temui di lantai atas, memutari semua loket tentunya mencari yang ke genting dengan harga tiket yang kalau bisa paling murah, ditunjukkan oleh satpam loket yang tarif ekonomi. Kami membeli tiket bus yang armadanya bertuliskan “Go Genting” dengan harga RM 9.6 didalamnya terdapat 2 tiket yaitu tiket Bus seharga RM 4.6 dan tiket skyway untuk menuju genting dari terminal skyway seharga RM 5. Tiket yang akan disobek oleh petugas adalah yang paling sisi kanan, tapi sisanya jangan sampai hilang karena itu masih ada tiket skyway untuk naik ke genting, kalau hilang kita harus beli lagi seharga RM 5. Kebetulan kami dapat tiket untuk bus yang akan berangkat 10 menit lagi (pukul 11.00) jadi kami bergegas ke lantai dasar dimana bus akan diberangkatkan dari platform 13.

Bus berangkat tepat waktu dengan isi penuh penumpang, dari informasi ibu-ibu sebelah yang nampaknya penduduk local yang bertujuan ke genting khusus ke kasino (saya melihat ada beberapa kayak kupon or kartu apa yg asing bagi saya di tas nya) , bahwa perjalanan ke genting hanya memakan waktu sejam. Kira-kira bus berjalan setengah jam, tampak kanan kiri bus mulai enak dipandang, suasana pegunungan yang asri dan nampak kabut mulai turun, pohon cemara dan beberapa pohon lain jadi berasa seperti mau ke Ciater highland hehe. Sesampainya di terminal skyway pertama kali yang kami lakukan adalah mencari tiket bus untuk pulang ke Kuala Lumpur nanti sore takut kehabisan, saya memilih tiket pukul 19.30 biar puas explore genting. Antriannya lumayan panjang untuk menumpangi skyway (kereta gantung) yang berada di lantai paling atas (lantai 5 kali ya) ini, tapi mau bagaimana lagi harus sabarlah semua juga ingin cepat sampai disana.

Tiba giliran kami untuk menaiki kereta gantung sepanjang 24 km (info yg saya sengar dari operator di speaker) ini bersama 3 orang lagi di sisi bertolak belakang kami, nampaknya dia bapak-bapak penduduk local chinese (bukan bermaksud SARA). Namanya ini pertama kali naik kereta gantung ke Genting, otomatis hal yang kami lakukan adalah berfoto bergantian sambil tertawa khas candaan kami . Ehhh si bapak-bapak belakang ada yang nyeletuk “Hei Bos jangan goyang-goyang nanti keretanya jatuh”, heloooooo dalam hati saya, memang yang ngrancang skyway ini sebodoh itu akan mudah jatuh hanya dengan goyangan penumpang yang berfoto? Tapi yasudahlah ya tidak baik melawan omongan orang tua #eh. Eitss tapi bukan berarti acara foto-foto berhenti, kami tetap mengabadikan moment tanpa bersuara (tertawanya ditahan, bikin sakit perut aja dah). Kira-kira 20 menit perjalanan sampailah kami di Genting Highland.

Tidak semenarik itu sih genting, semacam kota di atas gunung jadi ingat Babylonia. Bingung mau ngapain di sini karena tidak lebihnya seperti kumpulan mall, hotel dan permainan semacam Dufan versi jeleknya. Entah tiap hari berkabut seperti ini atau memang khusus hari ini tapi yang jelas kami tidak bisa melihat view apapun dari ketinggian ini. Makan siang yang jadi pilihan sebelum kami coba mencari tahu apa yang bisa kami cari disini. Fastfood tetap jadi andalan karena yang lain kami tidak tahu halal atau tidak, RM 13.7 kami mendapat menu porsi besar dan sangat mengenyangkan. Mencari surau menjadi aktifitas setelah ini sholat dhuhur sekalian ashar. Selama berkeliling tidak sengaja kami melihat petunjuk ke arah tentang Awana Skyway, setelah mencari tahu ada apa di awana ternyata ini merupakan cave temple hmm nampaknya menarik tapi sayang sekali skyway ini masih dalam proses perbaikan sehingga ditutup dari tanggal 7 sampai 22 april. Transportasi lain harusnya ada bus nanti coba kami cari didepan hotel highland. Setelah dipertimbangkan nampaknya tidak memungkinkan kalau kita harus ke lokasi itu takut tidak keburu pulangnya nanti selain itu kaki sudah mulai capek mengitari lokasi ini ditambah backpack yang menempel di pundak kami lumayan berat, menapakpun sudah berat serta takut belum lagi naik skyway tidak bisa dadakan mengingat antrian untuk menuruni gunung ini sangat panjang. Jadi aktifitas selama di Genting Highland hanya berkeliling di permainan Indoor “First World” dimana banyak sekali permainan yang ditawarkan mungkin kalau di indo ini akan mirip Transtudio, makan, sholat, menikmati udara dingin dan berfoto. Ouh iya kami sama sekali tidak mencoba wahana apapun disini, permainan yang ditampilkan blm cukup kuat untuk menarik nafsu kami untuk mencobanya. Sekilas yang kami lewati adalah Snowworld yang bisa kami lihat dari luar karena dinding terbuat dari kaca, monorail , perahu , miniatur menara effel, miniature patung liberti, petronas, kereta gantung, 4D cinema, 3D cinema, rumah hantu, dll. Nampaknya kali ini Negara Thailand yang mendapat giliran untuk menampilkan budayanya, terlihat di hall terdapat stan yang didesign ala Thailand dan dipanggung utama ada pementasan tari dari oleh cewek-cewek Thailand (gak tau pasti itu cewek beneran apa transgender).
Hampir mendekati pukul 18.30 kami membeli tiket skyway untuk turun seharga sama ketika berangkat yaitu RM 5, antrian sudah panjang untungnya kita mengantri lebih awal. Pemandangan yang bisa kami lihat sangat menarik kali ini, kabut sudah tidak ada berganti hamparan pepohonan, matahari yang hampir tenggelam dan langit yang membiru. Alhasil kehebohan foto tiap sudut memenuhi aktifitas kami, bergantian saling minta tolong dengan 3 orang di sisi belakang kami yang ternyata dari Surabaya (ealahhh tibane wong chino jowo). Sampai di terminal skyway sambil menunggu bus tiba kami menumpang charging BB yang sudah mulai memerah. Sampai 1.5 jam selanjutnya hanya dengkuran yang mewarnai perjalanan kami ke Kuala Lumpur. Zzzzzz

Sampai di terminal Puduraya kami sekedar ke toilet selanjutnya berjalan kaki menuju ke Mesjid Jamek, sempat kami jumpai di kiri jalan ada penjual Roti Jala dan Mie Kari, ahhh belum jodoh ternyata mereka sudah mau tutup (padahal masih jam 9), sampai di Masjid Jamek langsung bongkar backpack mencari sarung karena saya masih bercelana pendek, ya ya ya kombinasi yang aneh antara sarung dan sepatu casual warna putih. Selesai bersolek menuju gerbang Masjid Jamek, tapi gerbang dalam keadaan terkunci? Kata petugasnya jam operasional masjid sudah berakhir (hahhhhh) oke deh jadi kami harus mencari tempat lain untuk sholat, kebetulan ada bapak setengah baya yang baru keluar dari masjid tersebut yang kami tanya dimana kami bisa menemukan masjid selain disini. Dia menunjukkan satu masjid dekat terminal puduraya, nah setelah memberi petunjuk malah dia cerita sesuatu yang bikin hati ciut, bapak tersebut bercerita kalau di daerah ini banyak rampok yang prefer merampok orang-orang asia, kalau orang kulit putih dia biarkan (jangan tanya alasannya apa, karena bapak itu pun juga tidak tau). Hmm lumayan ngeri juga sih nampaknya kami harus bergegas untuk mencari penginapan dekat-dekat sini (sebelumnya kami berbohong ke sang bapak kalau kami menginap di bukit bintang). Setelah berjalan ke arah puduraya kami temukan satu Backpacker Hotel kelihatannya oke, namun setelah masuk kami tidak sreg dengan suasananya meski harganya sangat murah untuk bertiga RM 48 semalam.

Hasil diskusi diantara kami, diputuskan kami akan pindah daerah lain malam ini yaitu ke KL Sentral saja. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 11 semoga KJL yang bisa menghantarkan kami ke sana masih beroperasi. Di tengah berjalan kaki sepanjang jalan yang sebelumnya sudah kami lewati 2 kali dan akan segera 3 kali ini kami mencoba untuk belok jalan dan mencari penginapan namun nihil, ambience daerahnya sama sekali tidak mendukung. Oh iya jalanan ini memang tampak agak serem mungkin karena gelap dan tidak begitu ramai, kana kiri hanya bangunan yg mayoritas sudah tutup. Mau tidak mau kami harus pergi ke KL sentral dengan membayar RM 1.3. Sampai di lokasi perut mulai berontak dan ini berarti hal yang harus dilakukan adalah mencari makan. Resto yang buka tinggal McD namun kami melihat papan iklan KFC, kami coba berkeliling bangunan ini untuk mencari warung fastfood tersebut. Di tengah pencarian justru kami menemukan mesin pijat refleksi RM 1 untuk 3 menit, tidak ada salahnya untk dicoba sekedar untuk meringankan otot-otot kaki yang mulai letih diajak jalan kaki seharian. Saya dan Abie cukup satu kali, Reza nambah sekali katanya belum terasa (dasar kulit badak), telapak kaki saya mulai panas dan bengkak jadi setelah pijat refleksi saya tidak lagi kembali menggunakan sepatu saya dan menggantinya dengan sandal jepit. Selagi pijat saya sempat tanya ke petugas dimana lokasi KFC berada, dia bilang ada di lantai atas namun hanya sampai jam 11 saja tidak 24 jam seperti McD.

Selagi saya mengoprek-oprek backpack ehhh si abie sudah berada di belakang saya mencoba berkenalan dengan cara menanyakan sesuatu ke cewek Malay yang nampaknya juga akan bepergian terlihat dari ransel dan koper yang dia bawa, apalagi ini di counter KLIA transit. Setelah kenalan ternyata orangnya asyik, dia mau ke London liburan selama 7 hari sendirian (meskipun disana ada temannya) kami mengobrol cukup lama. eitss jangan berpikiran kami cuma merayu bak alay-alay disana ya (curi-curi pandang dikit boleh lah ya, ada sisi yang menarik soalnya yak an BIe? Za? hihi) justru kami saling mempromosikan negara masing-masing. Dengan bangga kami ceritakan tentang indahnya alam Indonesia. Yaelah ternyata dia ngerti bahasa jawa, kakeknya orang jawa, saya coba check nanya jawa dia bisa balas meski dengan jawaban yang agak aneh. Dia akan menumpangi KLIA transit pukul 12 malam. Jadi kami menemaninya sampai dia berangkat, setidaknya satu jam lah kami mengobrol.

DAY 4
Ngemper di KL Sentral & KLCC

Namanya juga serba spontan, dari awal yang penginnya nyari makanan malah ketika melihat pijat refleksi kita mampir, setelah itu ada cewek cantik malah kita temani ahaha perutnya bisa diajak kompromi kok, niat awal baru terlaksana 2 jam kemudian, jam 12 lebih kami putuskan untuk makan malam di McD, menu saya malam ini adalah french-fries, Chicken Burger plus minum pepsi RM 9.8. Selesai makan kami (abie dan saya) gantian mencari tempat sholat sedangkan Reza tinggal di McD menjaga ransel kami. Ternyata setelah keliling-keliling mengitari gedung semua tutup, alhasil kembali lagi ke McD dan menghampiri reza untuk ikutan sholat di lorong menuju lift saja.

Benar-benar kayak gelandangan tuna wisma kami malam ini, karena kalaupun mau sewa penginapan akan rugi sekarang sudah hampir pukul 2 pagi dan besok nya pagi-pagi harus jalan untuk explore lokasi lain. Menjadi tontonan aneh oleh para pekerja pembersih gedung saat kami menggelar sajadah di lorong menuju lift dini hari begini, sambil saya mengoceh protes ke contact centre cellcom di telpon karena layanan BB saya bermasalah. Selesai sholat kami mencari lapak untuk rebahan, menuju lokasi KLIA transit nampaknya lebih Pewe lebih bersih dan teratur, setengah jam lebih kami selonjoran disitu sebelum pada akhirnya didatangi oleh satpam tidak boleh tidur diseputaran KLIA Transit. Akhirnya kami berpindah ke depan ticketing Komuter sekalian Abie numpang charging BB, saya dan reza tidur dimeja counter promosi apartment (posisi seperti saya tidur waktu dikantor hihi). Lumayan nyenyak tidur di sini sebelum akhirnya lagi-lagi ada satpam mendatangi orang disebrang meja yang juga numpang tidur dan berkata keras kalau tidak boleh ada orang menginap di seputaran wilayah ini. Ya ya lagi-lagi kami pindah, jam masih menunjukkan pukul 2.30 pagi, kali ini kami pindah ke McD dan menumpang tidur sampai dibangunkan oleh pramuniaga McD karena sudah pagi. Lagi-lagi kami mengitari gedung untuk memastikan apakah surau sudah buka untuk kami sholat subuh ? Ternyata belum juga (jam 5 pagi), yasudah berarti yang bisa kami lakukan adalah berberes sekedar mandi mini ganti daleman baju dan celana, gosok gigi serta cuci muka. Selesai berberes surau sudah dibuka dan kami pun sholat, selepas sholat kami sengaja untuk menyandar sebentar ditembok untuk memejamkan mata sejenak meski ternyata tidak bisa tidur. Sampai pukul 7 kami di surau sampai akirnya ada satpam yang datang memberitahu kalau surau akan dikunci sampai nanti waktu dhuhur tiba. Jadi, total kita diusir satpam 3 kali, cakep.

Sambil membawa ransel, kami keluar dari gedung itu dan mencoba menyusuri jalanan di KL sentral ini. Di jalanan tambapillay kami menemukan warung nasi lemak dengan beberapa lauk yang tampaknya menarik, karena saya sempat membeli makanan tadi di 711 maka saya hanya pesan telor ceplok RM 1, sedangkan abie memesan nasi lemak dengan orek tempe dan semur daging lembu cukup dengan membayar RM 3.5 saja. Lokasi ini banyak sekali tukang pijat buta (Blind Masseur) yang berkeliaran dan juga banyak tempat-tempat yang menawarkannya. Setelah berjalan sedikit menjauh ternyata di dekat-dekat sini ada sebuah bangunan bertuliskan “Asosiation of Blind People - Malaysia” pantessss entah si tempat pijat ini yg duluan disini atau pijat-pijat nya lah yang tumbuh setelah ada asosiasi ini, nampaknya alasan kedua lebih masuk akal.

Lelah berjalan kaki, langkah kami terhenti di stesen yang bernama Tun Sambanthan jalur KL Monorail, diskusi singkat kami dengan melihat beberapa informasi tentang touristm places di stesen tersebut menghasilkan keputusan kami akan menumpangi KL Monorail ke titiwangsa, disana ada taman titiwangsa. Transportasi ini tidak asing lagi bagi kami karena sudah berkali-kali kami melewati jalur ini. Dengan membayar RM 2.5 kami sampai di stesen titiwangsa dalam waktu 20 menit. Sampai di lokasi kami bingung karena nampaknya daerah ini biasa saja tak ada yang menarik, info yg kami dapat dari mbak penjaga kios memang benar adanya tidak terlalu menarik yang disebut taman titiwangsa, dia bilang biasa aja hanya semacam taman kota yang terdapat danau disisi tengahnya. Perlu naik bus lagi untuk menjangkaunya kira-kira 5 menit tapi kalau jalan kaki perlu 25 menit. Ahh mending diseputaran sini sajalah kebetulan siang itu sangat terik matahari di atas kita, bersantai sebentar diluar stesen ini sekedar mencari angin di tepi sungai (entah sungai apa, yang jelas sungai ini bening terlihat banyak ikan, ada burung yang sedang main ditepi sungai dan ada pemandangan yang jarang terlihat di Jakarta yaitu ada 2 burung gagak yang nongkrong sambil megoceh di pohon sebelah sungai) sambil meluruskan kaki kami yang mulai gemetar sembari saya menulis catper kali ini. Namun kami tidak mau membuang banyak waktu hanya dengan aktifitas leye-leye seperti ini, obrolan sebentar diantara kami hasilnya adalah kita akan ke Hard Rock Café deket stesen bukit nanas (hanya untuk membeli kaos), KL Monorail lah lagi-lagi menjadi tumpangan kami dengan merogoh kocek RM 1.6. Sesiang ini kami akan banyak berada di wilayah ini, tujuannya adalah mencari oleh-oleh jadi berpusing-pusing tidak jelas arah tujuan, mau ke daerah petaling street (China Town) nampaknya terlalu jauh. Di pinggir jalan ini kami duduk melepas lelah berjalan kaki sambil berdiskusi tentang perbandingan transportasi antara KL dan JKT. Jelas sangat berbeda mereka punya banyak pilihan public transportation yang sangat nyaman menurut kami dari mulai KL Monorail, LRT, KJL, Komuter, KLIA Transit, Aerobus, Skybus dll dan semuanya terjangkau kantong. Di tengah obrolan tentang pujian tertibnya pengguna jalan, ehhhh mendadak ada motor yang naek ke trotoar berlawanan arah dengan arah seharusnya, kami saling pandang dan keluar komentar yg sama dari mulut kami “ ealahhh podo waeee”. Entah di perempatan apa kami saat ini, kalo melihat kekiri diujung jalan kelihatan gedung bertuliskan KLCC dan di kanan kami ada monorail (KL Monorail) yang jelas sekilas ini mirip Orchad-nya Singapore jenis jalanannya. Okeee, kembali ke tujuan utama mencari oleh-oleh, tadi sempat tanya ke pelayan Hard Rock Café di seputaran jalan ini juga dimana kita bisa mencari oleh-oleh, dia menyarankan untuk ke arah belakang gedung cari yang namanya “Mama Store”, tapi kenapa sudah kita puterin 2 kali tak nampak plang bertuliskan itu? Justru kita melintasi warung-warung tenda yang banyak dikunjungi para pekerja kantoran untuk makan siang. Mulai gak enak nih perasaan, ini berarti saatnya bertanya, kita tanya saja satpam or siapa sajalah yang bisa memberikan pencerahan. Dannnnnnn yang namanya “Mama Store” tuh ya warung-warung tenda yg isinya adalah cumi bumbu pedas, ayam goreng bakar kare, tempe orek dll, busyet dah ini mah bukan buat oleh-oleh. Keplak Reza soalnya tadi dia yang giliran tanya untuk tempat cari oleh-oleh, entah dia yang salah nanya atau penjaga Outletnya yang bego. Mulai putus asa di tengah teriknya matahari, langkah kakipun hanya kuat melangkah tanpa diangkat. Yasudahlah jalan saja ke arah kiri yang ada tulisan KLCC kira-kira 500 meter dari posisi kami sekarang. Segar sekali hawa AC di mall ini, tidak begitu riuh meski makan siang, kanan kiri berjejer outlet branded mahal seperti Louis Vuitton dan teman sejawatnya. Go go kita hanya punya waktu 1 jam disini sebelum meluncur ke bandara. Di sini kami hanya sempat membeli beberapa coklat seadanya dengan sisa ringgit yang ada di dompet (maaf ya yg gak kebagian oleh-oleh, namanya juga trip ala backpacker jadi bukan belanja dan oleh-oleh yang jadi focus kami). Semua sudah terpenuhi saatnya menuju ke KL sentral dengan menaiki KJL RM 1.5 yang hanya memakan waktu tidak lebih dari 15 menit. Dari dalam kereta ini kami bisa melihat kota KL terakhir kali untuk trip kali ini, dann disisi kanan kami terpampang bangunan tua yang sempat kami lihat ketika awal sampai disini, ya ya pasar seni dan ini berarti kami melewatkan satu tempat yang nampaknya oke untuk dikunjungi, justru kami mengira ini Mesjid Jamek makanya di malam sebelumnya kita memilih ke masjid jamek ahaha kebodohan.

Sampai di KL sentral kita menuju ke gedung yang semalam kita diusir satpam dua kali dan satu kali dipagi hari hanya untuk menuju ke outlet celcom tempat kami melepas lelah di hari pertama perjalanan ini hanya untuk say good bye ke Mr Hafiz si penunggu outlet. Sayang sekali dia sedang tidak berada di ruangan berukuran kira-kira 4x3 meter itu. Yasudahlah lewat sms saja karena toh tidak mungkin kita tunggu sampai dia ada yg belum jelas berapa lama lagi. Perjalanan kami lanjutkan dengan menumpangi Aerobus menuju LCCT yang berada 1 lantai di bawah posisi kami sekarang. Masih dengan harga yang sama yaitu RM 8 perjalanan ke LCCT selama 1 jam bisa kami tempuh dengan sempurna. Sampai airport langsung ke konter Airasia untuk Check In sebelum kami hunting makan siang. Kali ini kami coba menu di resto “Taste of Asia” ada menu yang menarik nampaknya “Curry Mee” alah Mie Kare yang porsinya gede lengkap dengan telor, ayam suir dan semacam apa tuh yang bakso2an di Hanamasa (norak, gak tau namanya). Dengan RM 10.5 perut terisi penuh, tidak boleh buang waktu sekarang sudah pukul 16.00 harus segera menuju loket imigrasi, pengalaman saat tiba disini hari sabtu antrian sangat panjang untuk loket ini, dan benar saja antrian begitu panjang, perlu 20 menit untuk sampai giliran. Stempel passport dan arrival card (officernya cantik euy, liatin sampai puas deh #eh), scanning barang bawaan lanjut menuju Surau yang berada di lantai bawah sejalan menuju ruang tunggu. Sepanjang jalan menuju Surau ternyata banyak sekali toko yang jual oleh-oleh dan setelah kami check harganya sama saja seperti di luar, dengan pilihan macamnya jauh lebih banyakkk, ah sudah terlanjur . Sholat Ashar sekalian Dhuhur langsung bergegas menuju ruang tunggu. Hanya menunggu 10 menit saja sudah ada pengumuman boarding - penumpang penerbangan ke Jakarta diharap masuk ke pesawat.

Perjalanan selama 1 jam 45 menit kami lalui dengan pemandangan mengagumkan, langit sedang cerah dan bisa dibayangkan bagusnya langit saat-saat mau magrib, awan putihnya menyala karena terkena kuningnya sinar matahari sore, dipadu birunya langit. Ahh perfect.. sampai akhirnya tiba di CKG dan ini berarti Men’s Trip kali ini harus diakhiri. Saya berpisah dengan Abie dan Reza yang kebetulan searah pulang menaiki damri arah bekasi, sedangkan saya harus menumpang damri arah ke lebak bulus. Berharap secepatnya ketemu kasur hanya benar-benar mimpi, sambutan ibu kota sangat “romantic”. Pemandangan mobil parkir gratis di jalanan membuat perjalanan ini tampak sangat “menarik”,ya berarti saya benar-benar sudah berada di Jakarta lagi dan saya harus mengambil kesimpulan bahwa “Selain tiket pesawat ke kuala lumpur jauh lebih murah dibandingkan airport tax di CKG, juga jarak Kuala lumpur – Jakarta lebih dekat dibandingkan Cengkareng – Lebak bulus” . CKG – Lebak bulus saya tempuh dalam waktu 2 jam 45 menit saja, cakep.

Demikian perbolangan kami bertiga (saya, abie dan reza) selama 4 hari di negeri tetangga. Perjalanan yang sangat menarik bersama kalian, perdebatan kecil yang wajar tak sebanding dengan Kelakar dan keceriaan sepanjang perjalanan tanpa itinerary ini. Mari kita cari tiket murah lagi untuk destinasi lain dan kita buat cerita baru untuk kegilaan ini.

Total biaya yang saya keluarkan untuk trip ini termasuk tiket,transport di Jakarta, airport tax, biaya hidup selama di KL dan biaya pulsa di KL adalah sebesar Rp 1,030,553 . Ini dengan kondisi makan kita tergolong mewah untuk ukuran trip irit, coba kita makan dipinggiran yang sekali makan maksimal hanya RM 5, hmm biaya akan jauh lebih murah tentunya.

*) KJL = Kelana Jaya Line
*) KL Monorail = MRT
*) LRT = Light Rail Transit
*) KLIA Transit / express = KL Internationak Airport Express