Berawal dari rayuan teman untuk kedua kalinya menginjakkan kaki digunung, setelah sebelumnya pendakian pertama di Gunung Gede. Kali ini saya terhanyut oleh bujuk rayu menapaki gunung yang katanya indah namun tidak terlalu capek untuk mendakinya. Sepakatlah kami ber8 berangkat menuju kabupaten Garut Jawa Barat sekitar 3.5 jam dari jakarta untuk memulai pendakian ke Gunung Papandayan yang notabenenya waktu itu masih berstatus siaga 1, edan. Bermodalkan niat dan rasa kecintaan terhadap alam, dini hari setengah 3 kami berangkat, mata ngantuk dan capek setelah sehari sebelumnya bekerja tak menurunkan semangat untuk berpetualang.
Dengan mobil yang sengaja kami sewa untuk 2 hari ini, kami melaju dengan rasa tidak sabar sampai ditempat tujuan. Setiap perjalanan selalu saja ada halangan, begitu juga perjalanan kami sempat terhenti karena ban mobil yang kami sewa seharga 700ribu itu kempes. Hikmahnya, satu diantara kami yang menjadi sopir juga bisa beristirahat sejenak, begitu dengan saya dan satu rekan saya yang duduk ala kadarnya di jok belakang bertumpukkan keril perbekalan kami. Setelah urusan ban beres, kami lanjutkan perjalanan menuju parkir gunung papandayan yah kira-kira masih satu jam dari posisi terakhir kita menambal ban tadi, dengan jalanan yang sangat tidak layak untuk dilalui, aspal yang yang sudah bolong disana sini, serta batu-batuan yang berserakan disepanjang jalan.
Sampai di parkir Gn. Papandayan, kami bersiap-siap dengan segala perbekalan kami sambil mencari makan pagi, hanya ada dua pilihan nasi goreng dan ind*mie goreng, ditambah beberapa goreng-gorengan cukup untuk cadangan energi kami menghadapi tanjakan. Setelah semua siap, perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki lengkap dengan keril dipunggung kami, kondisi medan yang kami hadapi berupa hamparan tanah vulkanik yang seakan benar-benar menunjukkan kita sedang berada di gunung berapi yang sewaktu-waktu akan memuntahkan laharnya, ditambah dengan kepulan asap belerang yang baunya benar-benar menusuk hidung dan bikin pusing, suara gemuruh kawah membuat semangat kami sedikit tergoyahkan apalagi memang dari awal kami tau, Gn ini dalam status Siaga 1. Namun akhirnya keinginan untuk mendaki yang membuyarkan ketakutan itu, perjalanan kami lanjutkan ditengah teriknya matahari. Sampai kira-kira 20 menit sebelum kami tiba di tempat camping, mendung tebal datang dan membuyarkan awan-awan putih yang memutihkan kebiruan langit kala itu. Nafas ngos-ngosan namun kaki belum begitu capek kami buru-buru mendirikan tenda takut hujan akan datang segera. Disisi lain saya hanya tersenyum ternyata perkataan rekan saya gunung ini indah tapi tidak begitu capek benar adanya.
Ternyata hujan hanya lewat dan setelah itu pergi entah kemana, tenda selesai urusan dalam tenda serta perbekalan sudah dibereskan dan itu berarti saatnya memikirkan perut, yakk kami membongkar perbekalan kami termasuk trangia (sebuah kompor khas petualang) serta bahan makanan yang kami bawa (bakso, sayur mayur, nuget ,beras serta semur daging sapi). Saat-saat seperti inilah yang selalu saya rindukan ketika berada ditengah kesibukan jakarta, tenda, masak makanan dengan alat seadanya, makan bersama dengan alas seadanya dan beratapkan hamparan langit, ahh sangat menyenangkan. Weitsss, tapi belum sempat kami selesaikan makan siang kami, hujan kembali datang tapi kami tetap kekeh untuk makan diluar tenda dengan beratap payung dan ponco. Kelihatannya hujan kali ini tidak main-main seperti sebelumnya, makin deras dan anginya makin kencang, ya ya ya berarti memang harus masuk ketenda untuk kali ini. Ternyata benar, setelah ditunggu beberapa waktu hujan tak kunjung reda, tanpa dikomando semua diantara kami sudah terlelap tanpa sadar, hingga rasa dingin terasa diperut saya, ah sial ternyata ada air yang merembes masuk ke tenda tepat diatas saya. Hujan di luar tidak kira-kira derasnya, angin juga ikut-ikutan unjuk aksi dengan kencangnya. Sampai akhirnya semua dibangunkan untuk berbagi tempat duduk karena ada beberapa tempat yang merembes, bahkan dari alas terpal kamipun ikut keluar air, untung ada matras jadi keril dan tubuh kami masih terbebas dari rembesan tersebut.
Sore itu niatnya ada hamparan cahaya kuning dari pantulan matahari tenggelam, namun apa mau dikata gerimis masih menyelimuti area perkemahan kami. Tapi mau tidak mau saya harus keluar mengambil air wudhu untuk sholat ashar dan jama' sholat dhuhur. Dingin pastinya, tapi disitulah seru nya .. dan sampe malam ternyata hujan juga tak kunjung reda padahal perut kami sudah mulai protes, diputuskan untuk memasak didepan tenda yang masih kebagian atap dari terusan tenda. Selagi tim cewek memasak, kami para cowok sibuk main kartu gebrak dan kartu setan sambil berkelakar bebas khas di alam. Obrolan dari tema apapun telah dibicarakan bahkan karaokean dengan modal ipod touch plus portable sound dilakoni. Sampai pada akhirnya tim cewek memanggil kami untuk bersantap malam dengan satu piring besar penuh makanan untuk kita santap ber4, ah tapi ini bukan masakan india yang cocok untuk dimakan bebarengan seperti itu, dengan sendok hanya satu kami bergantian menyuapkan hidangan malam itu, ahhhh saya senanggg ini yang saya suka , kebersamaan yang indah.
Hujan malam itu tak menyurutkan kami untuk bersabar menunggu sampai reda, terbukti setelah beberapa lama hujan berhenti, berganti dengan berbagai gugusan bintang yang siap kami nikmati. Inilah yang kami tunggu, indahnya malam bersama bintang serta kedamaian suasana pegunungan yang tidak kami temukan di ibu kota. Hati dan pikiran benar-benar tenang, hidung dimanjakan dengan aroma segar udara pegunungan, keheningan jauh dari hiruk pikuk kendaraan yang berjejal. Enaknya melamun, bersenandung dan kontemplasi memang, ahh semua lamunan buyar ketika hujan kembali datang, yasudahlah memang sudah saatnya mengistirahatkan badan, tidur selonjoran, badan masuk sleeping lengkap dengan kaki berbalut dua kaos kaki, tangan berbalut kaos tangan, jaket 2 lapis, penutup kepala dan syal dileher,,dannn siap bermimpi untuk malam ini.
Sahutan dengkuran dari dua teman yang seakan jor-joran pembuktian dialah yang paling jago mendengkur menjadi aksesoris malam. Ah biarlah mungkin mereka sangat capek dan hidung buntu karena dingin memaksa mereka bernafas melalui mulut dengan nada yang keluar. Lama-kelamaan suara itu menghilang, entah mereka berhenti mendengkur atau kuping saya sudah beralih fungsi ke dunia yang lain,,mungkin yang kedua lah yang lebih tepat.
Pagi itu kembali saya bangun paling pagi karena harus sholat subuh, meski setelah itu melanjutkan molor lagi dan terbangun saat diluar tenda sudah ramai ternyata kami punya tetangga beberapa tenda. Pagi itu kami nikmati dengan menikmati suasana pagi hamparan rumput serta bungan edelweis yang sayang sekali masih kuncup. Foto-foto? itu sudah pasti menjadi aktifitas mandatori setiap trip yang saya jalani hehe. Indah sekali memang pagi itu, cuaca cerah, udara segar dan mungkin ditambah dengan freshnya pikiran kami menambah lengkap suasana ini.
Pagi ini sengaja kami tidak memasak karena memang mau berberes dan turun tepat jam9 pagi. Masih ada objek yang memungkinkan kami kunjungi sembari turun ke parkir mobil kami yaitu curug. Wait, ada yang beda rasanya saat turun ini, keril saya jauh jauh jauh lebih berkurang bebannya tidak seperti waktu naik kemarin, pastinya air mineral 4 botol 1.5literan serta beberapa cemilan sudah musnah dari keril saya dan itu berarti saya bebas melenggang santai menikmati sepanjang perjalanan ini. Entenggggg sangat enteng malahhh.. :)
Perjalanan turun terhenti secara terencana di air terjun yang airnya minta ampun dinginnya. Bermain air, foto dan menikmati pemandangan memang sangat asoy dilakukan saat seperti ini. Bermalas-malasan menjadi pilihan sekaligus melepas lelah barang sejenak sebelum akhirnya perjalanan turun dilanjutkan. Sepanjang perjalanan hanya canda tawa, lenguhan nafas dan berfoto yang melengkapi perjalanan kami. Perjalanan selama 1.5 jam itu lumayan membuat kami ngos-ngosan bukan hanya karena capek berjalan tapi hirupan belerang ketika melewati sekitar kawah lah yang membuat kepala sedikit pusing. Sampai di parkir mobil kami semua melepas semua keril dan memesan beberapa makanan kecil untuk mengganjal perut kami sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan dengan mobil ke saung tempat makan yg kira-kira kami tempuh selama setengah setengah jam dari posisi terakhir. Tidak ada yang terlalu spesial di saung ini, kami memesan menu yang sama yaitu nasi timbel ayam bakar cukup murah dengan merogoh kocek 25ribu kami puas menyantab menu tersebut.
Makan siang itu bukan menjadi persinggahan kami sebelum kembali ke jakarta, karena setelah ini kami akan mengunjungi pemandian air panas selain merilekskan otot-otot kami juga berniat menumpang mandi ditempat pembilasan pemandian tersebut. Kurang lebih sampe jam 6 sore kami berada dipemandian tersebut dan bertolak ke jakarta untuk bersiap menghadapi hari senin yang kata orang hari yang paling menjemukan.
Estimasi biaya :
a. sewa mobil : 700ribu
b. bensin : 400ribu
c. toll +parkir : 200 ribu
d. perbekalan makanan : 50ribu per orang
e. tiker masuk gn. papandayan : 4ribu per orang
Estimasi biaya per orang : 230ribu
blm termasuk :makan di saung, cemilan pribadi dan kolam pemandian air panas
Sampai di parkir Gn. Papandayan, kami bersiap-siap dengan segala perbekalan kami sambil mencari makan pagi, hanya ada dua pilihan nasi goreng dan ind*mie goreng, ditambah beberapa goreng-gorengan cukup untuk cadangan energi kami menghadapi tanjakan. Setelah semua siap, perjalanan kami lanjutkan dengan berjalan kaki lengkap dengan keril dipunggung kami, kondisi medan yang kami hadapi berupa hamparan tanah vulkanik yang seakan benar-benar menunjukkan kita sedang berada di gunung berapi yang sewaktu-waktu akan memuntahkan laharnya, ditambah dengan kepulan asap belerang yang baunya benar-benar menusuk hidung dan bikin pusing, suara gemuruh kawah membuat semangat kami sedikit tergoyahkan apalagi memang dari awal kami tau, Gn ini dalam status Siaga 1. Namun akhirnya keinginan untuk mendaki yang membuyarkan ketakutan itu, perjalanan kami lanjutkan ditengah teriknya matahari. Sampai kira-kira 20 menit sebelum kami tiba di tempat camping, mendung tebal datang dan membuyarkan awan-awan putih yang memutihkan kebiruan langit kala itu. Nafas ngos-ngosan namun kaki belum begitu capek kami buru-buru mendirikan tenda takut hujan akan datang segera. Disisi lain saya hanya tersenyum ternyata perkataan rekan saya gunung ini indah tapi tidak begitu capek benar adanya.
Ternyata hujan hanya lewat dan setelah itu pergi entah kemana, tenda selesai urusan dalam tenda serta perbekalan sudah dibereskan dan itu berarti saatnya memikirkan perut, yakk kami membongkar perbekalan kami termasuk trangia (sebuah kompor khas petualang) serta bahan makanan yang kami bawa (bakso, sayur mayur, nuget ,beras serta semur daging sapi). Saat-saat seperti inilah yang selalu saya rindukan ketika berada ditengah kesibukan jakarta, tenda, masak makanan dengan alat seadanya, makan bersama dengan alas seadanya dan beratapkan hamparan langit, ahh sangat menyenangkan. Weitsss, tapi belum sempat kami selesaikan makan siang kami, hujan kembali datang tapi kami tetap kekeh untuk makan diluar tenda dengan beratap payung dan ponco. Kelihatannya hujan kali ini tidak main-main seperti sebelumnya, makin deras dan anginya makin kencang, ya ya ya berarti memang harus masuk ketenda untuk kali ini. Ternyata benar, setelah ditunggu beberapa waktu hujan tak kunjung reda, tanpa dikomando semua diantara kami sudah terlelap tanpa sadar, hingga rasa dingin terasa diperut saya, ah sial ternyata ada air yang merembes masuk ke tenda tepat diatas saya. Hujan di luar tidak kira-kira derasnya, angin juga ikut-ikutan unjuk aksi dengan kencangnya. Sampai akhirnya semua dibangunkan untuk berbagi tempat duduk karena ada beberapa tempat yang merembes, bahkan dari alas terpal kamipun ikut keluar air, untung ada matras jadi keril dan tubuh kami masih terbebas dari rembesan tersebut.
Sore itu niatnya ada hamparan cahaya kuning dari pantulan matahari tenggelam, namun apa mau dikata gerimis masih menyelimuti area perkemahan kami. Tapi mau tidak mau saya harus keluar mengambil air wudhu untuk sholat ashar dan jama' sholat dhuhur. Dingin pastinya, tapi disitulah seru nya .. dan sampe malam ternyata hujan juga tak kunjung reda padahal perut kami sudah mulai protes, diputuskan untuk memasak didepan tenda yang masih kebagian atap dari terusan tenda. Selagi tim cewek memasak, kami para cowok sibuk main kartu gebrak dan kartu setan sambil berkelakar bebas khas di alam. Obrolan dari tema apapun telah dibicarakan bahkan karaokean dengan modal ipod touch plus portable sound dilakoni. Sampai pada akhirnya tim cewek memanggil kami untuk bersantap malam dengan satu piring besar penuh makanan untuk kita santap ber4, ah tapi ini bukan masakan india yang cocok untuk dimakan bebarengan seperti itu, dengan sendok hanya satu kami bergantian menyuapkan hidangan malam itu, ahhhh saya senanggg ini yang saya suka , kebersamaan yang indah.
Hujan malam itu tak menyurutkan kami untuk bersabar menunggu sampai reda, terbukti setelah beberapa lama hujan berhenti, berganti dengan berbagai gugusan bintang yang siap kami nikmati. Inilah yang kami tunggu, indahnya malam bersama bintang serta kedamaian suasana pegunungan yang tidak kami temukan di ibu kota. Hati dan pikiran benar-benar tenang, hidung dimanjakan dengan aroma segar udara pegunungan, keheningan jauh dari hiruk pikuk kendaraan yang berjejal. Enaknya melamun, bersenandung dan kontemplasi memang, ahh semua lamunan buyar ketika hujan kembali datang, yasudahlah memang sudah saatnya mengistirahatkan badan, tidur selonjoran, badan masuk sleeping lengkap dengan kaki berbalut dua kaos kaki, tangan berbalut kaos tangan, jaket 2 lapis, penutup kepala dan syal dileher,,dannn siap bermimpi untuk malam ini.
Sahutan dengkuran dari dua teman yang seakan jor-joran pembuktian dialah yang paling jago mendengkur menjadi aksesoris malam. Ah biarlah mungkin mereka sangat capek dan hidung buntu karena dingin memaksa mereka bernafas melalui mulut dengan nada yang keluar. Lama-kelamaan suara itu menghilang, entah mereka berhenti mendengkur atau kuping saya sudah beralih fungsi ke dunia yang lain,,mungkin yang kedua lah yang lebih tepat.
Pagi itu kembali saya bangun paling pagi karena harus sholat subuh, meski setelah itu melanjutkan molor lagi dan terbangun saat diluar tenda sudah ramai ternyata kami punya tetangga beberapa tenda. Pagi itu kami nikmati dengan menikmati suasana pagi hamparan rumput serta bungan edelweis yang sayang sekali masih kuncup. Foto-foto? itu sudah pasti menjadi aktifitas mandatori setiap trip yang saya jalani hehe. Indah sekali memang pagi itu, cuaca cerah, udara segar dan mungkin ditambah dengan freshnya pikiran kami menambah lengkap suasana ini.
Pagi ini sengaja kami tidak memasak karena memang mau berberes dan turun tepat jam9 pagi. Masih ada objek yang memungkinkan kami kunjungi sembari turun ke parkir mobil kami yaitu curug. Wait, ada yang beda rasanya saat turun ini, keril saya jauh jauh jauh lebih berkurang bebannya tidak seperti waktu naik kemarin, pastinya air mineral 4 botol 1.5literan serta beberapa cemilan sudah musnah dari keril saya dan itu berarti saya bebas melenggang santai menikmati sepanjang perjalanan ini. Entenggggg sangat enteng malahhh.. :)
Perjalanan turun terhenti secara terencana di air terjun yang airnya minta ampun dinginnya. Bermain air, foto dan menikmati pemandangan memang sangat asoy dilakukan saat seperti ini. Bermalas-malasan menjadi pilihan sekaligus melepas lelah barang sejenak sebelum akhirnya perjalanan turun dilanjutkan. Sepanjang perjalanan hanya canda tawa, lenguhan nafas dan berfoto yang melengkapi perjalanan kami. Perjalanan selama 1.5 jam itu lumayan membuat kami ngos-ngosan bukan hanya karena capek berjalan tapi hirupan belerang ketika melewati sekitar kawah lah yang membuat kepala sedikit pusing. Sampai di parkir mobil kami semua melepas semua keril dan memesan beberapa makanan kecil untuk mengganjal perut kami sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan dengan mobil ke saung tempat makan yg kira-kira kami tempuh selama setengah setengah jam dari posisi terakhir. Tidak ada yang terlalu spesial di saung ini, kami memesan menu yang sama yaitu nasi timbel ayam bakar cukup murah dengan merogoh kocek 25ribu kami puas menyantab menu tersebut.
Makan siang itu bukan menjadi persinggahan kami sebelum kembali ke jakarta, karena setelah ini kami akan mengunjungi pemandian air panas selain merilekskan otot-otot kami juga berniat menumpang mandi ditempat pembilasan pemandian tersebut. Kurang lebih sampe jam 6 sore kami berada dipemandian tersebut dan bertolak ke jakarta untuk bersiap menghadapi hari senin yang kata orang hari yang paling menjemukan.
Estimasi biaya :
a. sewa mobil : 700ribu
b. bensin : 400ribu
c. toll +parkir : 200 ribu
d. perbekalan makanan : 50ribu per orang
e. tiker masuk gn. papandayan : 4ribu per orang
Estimasi biaya per orang : 230ribu
blm termasuk :makan di saung, cemilan pribadi dan kolam pemandian air panas